“Salah satu kasus juga adalah terkait dana KONI, berani tidak pak Kejati memeriksa mantan Gubernur Ali Mazi”,kata Laode Hasanuddin, dalam orasinya saat aksi unjuk rasa menyambut Kejati Sultra yang baru, didepan Kantor Kejati Sultra, Senin, (21/07/2025).
Menurut dia Mantan Gubernur Sultra yang juga, ayah dari Ketua KONI Sultra, tersebut, harus pula di usut soal keterlibatannya dalam permasalahan pengelolaan dana KONI.
“Jadi mampu tidak pak Kejati,?”tegas Hasan.
Selain itu Hasan menekankan Kejati harus bisa membuktikan eksistensinya dalam menyelesaikan sejumlah kasus yang ada di Sultra.
Ia pun menegaskan pihaknya siap mendukung segala upaya penegakan hukum yang dilakukan.
“Kami dari AP2 Sultra siap berkolaborasi dengan Kajati Sultra. Kami siap memberikan dukungan”,terangnya.
Untuk diketahui, AP2 Sultra menggelar aksi unjuk rasa didepan Kantor Kejati Sulawesi Tenggara.
Aksi tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap Kejati yang baru untuk menuntaskan sejumlah kasus korupsi dan isu strategis di Sulawesi Tenggara.
1. Pendidikan:
AP2 meminta Kejati membentuk tim penyidik khusus untuk mengusut dugaan pungutan liar (pungli) dan praktik mafia seragam sekolah dalam proses PPDB di seluruh jenjang pendidikan negeri di Sulawesi Tenggara.
2. Kesehatan:
AP2 mendesak pengusutan skandal dugaan penyimpangan pengadaan dan pencurian obat-obatan jenis narkotika di RSU Bahteramas dan RSUD Kota Kendari yang dinilai sangat membahayakan keselamatan publik
3. Pertambangan dan Lingkungan:
Kajati diminta mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan tambang ilegal, penyalahgunaan izin, dan pencemaran lingkungan, terutama di wilayah operasi tambang nikel seperti Blok Mandiodo (Konawe Utara), Morombo (Konawe), dan Wawonii (Konkep).
4. Bersihkan Internal Kejaksaan:
AP2 menyerukan agar Kajati melakukan audit internal dan menindak jaksa yang terlibat praktik kolusi serta makelar kasus, demi mengembalikan marwah institusi kejaksaan.
5. Evaluasi Seluruh Kajari:
Kajati diminta mengevaluasi kinerja seluruh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) se-Sultra, karena banyak dinilai tidak responsif terhadap laporan masyarakat dan justru berafiliasi terlalu dekat dengan kekuasaan lokal. ***